Asuhan keperawatan klien spondilitis ankilosis
Kamis, 10 Maret 2011
Defenisi
Spondilitis ankilosis adalah suatu penyakit peradangan kronik progresif yang terutama menyerang sendi sakroiliaka dan sendi-sendi tulang belakang. Dengan semakin berkembangnya penyakit pada tulang belakang, maka jaringan lunak paravertebra dan sendi kostovertebralis mungkin terserang juga (Price & Wilson, 1985), Sedangkan depkes (1995) mendefenisikan spondilitas sebagai suatu peradangan kronis yang menimbulkan kekakuan dan biasanya gangguan bersifat progresif pada sendi sakro iliaka dan sendi panggul, sendi-sendi sinovial pada spinal dan jaringan-jaringan lunak di spinal.
Pernah diduga bahwa spondilitis ankilosis merupakan versi rheumatoid artritis tulang belakang. Tetapi terbukti tidak karena ada perbedaan-perbedaan tertentu misalnya: tidak adanya rheumatoid nodul, rendahnya insiden faktor rheumatoid dan perbedaan jenis kelamin yang lebih sering terserang penyakit tersebut. Proses osifikasi, pembentukan sambungan tulang (sindesmofit), dan ankilosis sendi tulang belakan.g dapat menyebabkan pokerspine (tulang belakang poker = tulang belakang melengkung). Keadaan ini tidak dijumpai pada rheumatoid artritis.
Penyakit ini dapat dinyatakan dari bentuk rangka sejak sekitar 2900 S.M.. Marie dan Strumpell adalah orang yang telah membahas gambaran klinis beberapa kasus tersebut pada akhir tahun seribu delapan ratusan dan penyakit ini juga sering dikenal dengan nama penyakit Marie dan Strumpell.
Etiologi
Meskipun etiologinya masih belum diketahui, tetapi diduga faktor-faktor keturunan memegang peranan yang penting. Akhir-akhir ini pada. penyakit tersebut ditemukan kasus histokompatibilitas antigen HLA-B 27 yang cukup tinggi > 95 persen dari semuaa kasus yang dijumpai). Spondilitas ankilosis timbul sebagai komplikasi TBC spoon melalui penyebaran secara hematogen
Insiden
Penyakit ini ternyata lebih sering dijumpai pada pria dengan perbandingan 8: 1 atau 9: 1. Awitan biasa terjadi pada pria berusia antara 20-40 tahun dan jarang diternui sesudah mereka berusia 50 tahun ke atas (Bole, 1975, halaman 87).
Patofisiologi
Penyakit ini bersifat kronis dan progresif yang menyerang pada sendi sakro iliaka dan sendi panggul serta sendi-sendi sinovial pada spinal. Inti kuman biasnya merusak spongiosa korpus vertebra. Bagian-bagian intervertebra menjado meradang dan akhirnya terjadi fusi atau kekauan atau persatuan tulang pada sakrroiliaka dan spinal-spinal lain melalui servikal. Proses fusi terjadi setelah 10 – 20 tahun. Penyakit ini dapat timbul pada usia 10-30 tahun dan biasanya menjadi progresif setelah 50 tahun dan lebih banyak terjadi paa laki-laki
Gambaran klinis
Awitan spondilitis ankilosis biasanya timbul perlahan-lahan. Keluhan rasa lelah dan rasa nyeri pinggang timbul intermiten merupakan keluhan umum.
Mungkin juga terjadi kekakuan di pagi hari, terutama kekakuan di pinggang di pagi hari, tetapi gejala tersebut dapat hilang dengan sedikit kegiatan fisik. Meskipun keluhan dini yang paling umum adalah rasa nyeri sekitar sendi sakrofliaka, tetapi mungkin sendi perifer juga terasa nyeri dan bengkak. Sendi perifer yang paling sering terserang adalah panggul, bahu dan lutut. Kecuali panggul dan balm, maka sendi perifer yang juga terserang biasanya bersifat sementara dan ringan.
Perneriksaan fisik dini mungkin menunjukkan seorang pasien yang sehat walaflat kecuali rasa nyeri di sekitar sendi sakroiliaka dan pergerakan tulang belakang yang terbatas. Tetapi semakin lanjut penyakitnya, tulang belakang bagian lumbal dan dorsal ikut terserang. Terserangnya kostovertebra bagian torakal mungkin akan mempengaruhi gerakan ekspansi dada, sehingga menimbulkan rasa nyeri pada. dada dan kesukaran bernapas. Fusi tulang belakang, pada stadium lanjut penyakit, biasanya menyebabkan kontraktur fleksi sendi panggul dan fleksi lutut agar pasien masih dapat mempertahankan posisi tegak Rasa nyeri biasanya berkurang sesudah terjadi ankilosis.
Penemuan laboratorium
Laju endap darah (LED) biasanya meningkat pada awal dan selama stadium aktif penyakit. Faktor rheumatoid biasanya negatif. Tes untuk menyelidilki histokompatibilitas antigen HLA-B27 positif pada 95 persen pasien.
Penemuan radiologis
Terdapat perubahan sinar X yang terjadi pada spndilitis ankilosis ini.
Rongga sendi sakroiliaka menyempit dan terjadi erosi ruang sendi sakroiliaka. Akhirnya terjadi penyatuan (fusi) antara tulang-tulang tersebut.
Akhirnya korpus vertebra tampak nyata mengalami perubahan bentuk menjadi bentuk persegi, Sindesmofit atau pertumbuhan tulang vertikal dapat diperagakan dengan membentuk jembatan penghubung antara celah-celah antara korpus vertebra. Kalsifikasi diskus intervertebralis dapat diikuti dengan kalsifikasi dan osifikasi ligamentum paravertebralis pada stadium lanjut penyakit.
Penatalaksanaan
Dosis aspirin yang teratur dan konsisten dapat membantu memperingan spondilitis ankilosis. Tetapi fenilbutazon atau indometasin yang merupakan agen anti peradangan yang lebih kuat ka dang-ka dang lebili efektif daripada salisilat. Kortikosteroid jarang digunakan dan kadang-kadang hanya digunakan untuk kasus-kasus yang parah saja.
Untuk mencegah deformitas jangka panjang, penting sekali dilakukan program pendidikan pada pasien, termasuk terapi fisik. Pasien seringkali mengambil posisi fleksi karena posisi ini dapat mengurangi rasa nyeri. Tetapi sesungguhnya harus dihindarkan jangan sampai terjadi fusi dalam. posisi seperti itu. Pasien perlu diajar bagimana cara mengatur posisi tubulmya pada waktu istirahat. Kasur tempat tidur pasien harus terbuat dari bahan yang kaku (mungkin dianjurkan tidur di atas papan) dan pasien dianjurkan untuk tidur tanpa mempergunakan bantal untuk mencegah jangan sampai terjadi deformitas fleksi pada waktu terjadi fusi tulang belakang. Latihan pernapasan yang baik berguna unluk meningkatkan kapasitas pernapasan, terutama dipandang dari sudut pengurangan, ekspansi dada. Sewaktu-waktu tinggi pasien harus dicatat agar diketahui kalau terjadi fleksi tulang belakang.
PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian Keperawatan
1). Pengkajian Keperawatan
Untuk beberapa kasus seringkali kondisi ini tidak terdiagnosa dengan pasti.
a) Pasien sering mengeluh sering sakit punggung bagian bawah.
b) Merasa kaku.
c) Terjadi bilateral sciatica untuk beberapa hari.
d) Pasien mengeluh adanya perubahan di tubuhnya dan merasa berkurang tinggi badanya.
e) Gejala lebih lanjut nampak lebih persiten, terjadi kekakuan pada sendi khususnya pada spinal.
2). Pemeriksaan Fisik
a) Observasi keadaan nyeri untuk posisi tegak :
· Lokasi
· Kualitas
· Perjalanan
· Hilang atau timbul engan pergerakan
b) Periksa postur pasien
Postur biasanya menunjukkan tanda penarikan spina (kaku) dan posisi sendi panggul serta sendi lutut menjadi fleksi (karena kompensasi).
c) Lakukan palpasi pada spina dan sakroiliakal yang biasanya teraba melemah / kulit lembek dan tipis.
3). Riwayat Psikososial
Pasien-pasie spondilitas sering kali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang-kadang mengisolasi diri. Perawat perlu mengkaji diri klien untuk menditeksi masalh-masalah psikososialantara lain body image, harga diri dan identitas diri.
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien spondilitas adalah :
a) Gangguan mobilitas fisik b/d fusi vetebra.
b) Gangguan rasa nyaman nyeri sendi dan otot b/d proses peradangan.
c) Perubahan konsep diri : Body image/ malu/ rendah diri b/d kifosis.
d) Kurang pengetahuan tentang perawatan b/d kurang informasi.
Rencana Keperawatan dan Implementasi
a. Diagnosa keperawatan : Gangguan mobolitis fisik
Tujuan : Pasien dapat melakukan mobilitas secara optimal
| INTERVENSI | RASIONAL |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. | Kaji kembali tingkat mobilitas dan observasi apakah ada penurunan atau peningkatan. Bantu pasien untuk melakukan latihan ROM, ambulasi dan perawatan diri. Memelihara bentuk spinal dengan cara : a) Mattress b) Bed Board (tempat tidur dengan alas kayu atau kasur busa yang keras tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur) Pertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernafasan. Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam. Kaji status neurologik Berikan otot antiinflamasi sesuai denagn resep dokter | Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan. Meningkatkan sirkulasi, mempertahankan torus otot dan meningkatkan mobilitas sendi serta mencegah kontraktun dan atrofi. Matras dan Bed Board akan memberikan pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat. Untuk menegakkan dan postur tubuh dan menormalkan tinggi badan, menguatkan otot-oto para spinal dan untuk meningkatkan kapasitas pernapasan. Mendeteksi perubahan keadaan pasien Kemungkinan terjadi perubahan status neurologik pada pasien dengan spondilitas seperti perubahan sensasi, tingkat kelelahan, dll. Mencegah infeksi dan inflamasi lebih lanjut serta untuk mengatasi proses inflamasi pada spondilitas. |
| | |
b. Diagnosa keperawatan : Gangguan rasa nyaman sendi dan otot
Tujuan : Pasien merasa nyaman dan terhindar dari nyeri
| INTERVENSI | RASIONAL |
1. 2. 3. 4. | Observasi perkembangan nyeri apakah menyebar ke area lain Kaji status respirasi dan latih untuk nafas dalam Memeberikan terapi panas untuk sendi-sendi Berikan analgetik sesuai terapi dokter. | Mengetahui tingkat nyeri dan penyebarannya sehingga dapat menentukan intervensi Mengetahui kemampuan respirasi dan merelaksasikan otot-otot sehingga nyeri berkurang dan fungsi paru dapat ditinggkatkan Panas mempunyai efek meningkatkan sirkulasi, otot-otot menjadi rileks dan menurunkan kekakuan serta merangsang endorfin Analgetik efektif untuk mengurangi dan mengatasi rasa nyeri. |
c. Diagnosa keperawatan : Perubahan konsep diri : Body image / rendah diri
Tujuan : - Pasien dapat mengekspresikan perasaannya
- Pasien dapat menggunakan coping yang adaptis
| INTERVENSI | RASIONAL |
1. 2. 3. 4. | Beri kesempatan pada pasien mengungkapkan perasaannya dan dengarkan keluhannya Bersama-sama pasien mencari alternatif coping yang positif. Kembangkan komunikasi verbal dan bina hubungan antara pasien – keluarga dan teman Berikan aktivitas relaksasi dan permainan | Eksperasi dapat penerimaan diri Coping yang positif meningkatkan rasa percaya diri dan penerimaan terhadap apa yang dialami. Klien akan merasa diperhatikan karena diperdulikan oleh orang lain dan akan meningkatkan rasa percaya diri Mengetasi perubahan body image pasien atau perasaan rendah diri yang dialami oleh pasien. |
d. Diagnosa keperawatan : Kurang pengetahuan
Tujuan : Pasien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah
No | INTERVENSI | RASIONAL |
1. 2. 3. 4. | Jelaskan program latihan Jelaskan penggunaan obat-obatan Jelaskan perlunya nutrisi yang adekuat Ajarkan tanda dan gejala perubahan penyakit. | Pasien memahami tujuan dari latihan Pasien memahami tujuan daricara pemberian obat sehingga pasien dapat menggunakan obat dengan tepat Pasien mengerti tentang pentingnya nutrisis dan gizi untuk penyembuhan penyakitnya Klien mengetahui proses perjalanan penyakitnya sehingga ia akan dapat mengerti apa yang dialami. |
Evaluasi
Untuk mengvaluasi hasil tindakan berdasarkan dari tujuan yang ingin dicapai :
a. Adanya peningkatan kegiatan sehari-hari (ADL) tanpa menimbulkan gangguan rasa nyaman.
b. Tidak terjadi deformitas spinal lebih lanjut.
c. Nyeri dapat teratasi.
d. Tidak terjadi komplikasi.
e. Memahami cara perawatan di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
……………….., (1995), Penerapan Proses Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal, Pusat Tenaga Keseahatan depaertemen Kesehatan, Jakarta
Corwin, WJ, (1997), Patofisiologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
Engram B. (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid I, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Gibson J. (2003), Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat, Edisi 2, Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.
Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta
Lewis et. al (2000), Medical Surgical Nursing, edition 5th, Mosby, United States of America
Long B.C. (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.
Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku 2, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar